Jumat, 21 Agustus 2009

Hati yang Lemah

Kenapa hati ini terlalu lemah

sehingga cinta untuk sang Maha Mencinta

terkalahkan oleh cinta semu akan dunia

dunia milik sang Maha Mencipta

Kenapa hati ini terlalu lemah

sehingga rasa iri, benci, dan dendam

begitu mudahnya merasuk

merusak tiap kebaikan sang Maha Penyayang

Kenapa hati ini terlalu lemah

sehingga tak mampu menerima, mengakui

bahwa Dialah yang Maha Adil

dikala musibah menimpa jiwa raga

Wahai Engkau yang Maha Kuasa

Engkau yang Maha Membolak-balik hati

Tetapkanlah hati ini akan cinta sejati yang terbesar

Cintaku untuk-Mu

Gemboklah hati ini dengan gembok yang hanya Engaulah pemegang kuncinya

Agar iri, benci, dan dendam tak kuasa menerobos penjagaan-Mu

Ajarilah hati ini untuk mengenali keadilan hakiki

Keadilan yang telah dan akan selalu tergariskan oleh-Mu

kutarikan jemari ini di atas keyboard, ketika benak dipenuhi pikiran, tarian jemari yang lemah gemulai ini, mengantarkan mereka keluar, tertuang di layar monitor, dan jika kuhendaki, melayang ke dunia maya.

My Eight First Days on Senior High School

Hmmm….Tak terasa aku sudah menjalani hari demi hari di SMA selama satu bulan lebih. Apa yang aku post-kan kali ini, adalah pengalaman yang ku dapat dari delapan hari pertama masuk SMA. Saat-saat orientasi siswa dan kemah yang dilaksanakan tepat sesudahnya.

Baiklah… tanpa berpanjang kata lagi, aku mulai kisahku…

Ahad, 12 Juli 2009

Pagi itu, kukayuh Polygon biruku dengan berbagai perasaan yang bercampur di dada ini. Sebagian besarnya adalah rasa senang dan takut. Senang karena bisa menikmati udara luar setelah sekian lama berdiam di rumah. Takut karena akan segera menghadapi rangkaian MOS, yang meskipun tidak menyeramkan, pasti akan tetap melelahkan.

Sebelum memasuki gerbang sekolah baruku, aku turun dari sepeda dan menuntunnya ke dalam. Aku bertanya kepada seorang kakak kelas berompi coklat yang berdiri di gerbang: di mana saya bisa memarkirkan sepeda ini?

Kakak itu pun langsung menunjuk ke dalam dan menyuruhku untuk terus saja masuk. Sebenarnya aku masih tidak mengerti di mana tepatnya tempat parkir itu. Tapi, tanpa bertanya untuk yang kedua kalinya, aku langsung menuntun sepedaku memasuki halaman sekolah. Di sisi kiri, kantor guru membentang dari gerbang sampai depan masjid. Setelah kantor guru, ada gerbang yang membuka ke kiri. Aku tak tahu tempat apa yang ada di balik gerbang itu.

Akhirnya aku memutuskan untuk memarkir sepedaku di depan kantor guru yang paling ujung, tepat sebelum gerbang itu. Belum juga aku menguncinya, kakak sepupuku—yang juga bersekolah di sana—menghampiriku dan menyuruhku untuk membawa sepedaku masuk ke gerbang tadi. Di sanalah tempat parkirnya. Setelah memberitahuku, dia menuntun sebuah sepeda—entah sepeda siapa—dan mendahuluiku ke gerbang yang dimaksud. Dia juga memakai rompi coklat seperti yang dipakai anak perempuan yang tadi kutanyai. Tulisan yang berbunyi “Kamtib SMA Al Islam 1” tercetak di bagian belakang rompi itu.

Sekolah masih sepi. Baru sedikit murid baru yang sudah datang. Aku tidak melihat wajah-wajah yang kukenal di antara anak-anak yang sedang duduk di serambi masjid yang ada di dalam kompleks sekolahku. Aku segera menduduki tempat yang kosong di serambi itu. Menanti teman-teman lamaku yang juga melanjutkan pendidikan ke sekolah ini.

Rangkaian acara hari itu diawali dengan mengisi daftar hadir. Semua murid baru dibariskan di gerbang depan. Yang putra dipisah dengan yang putri. Kami harus mencari nama masing-masing di beberapa kertas yang ada dan membubuhkan tanda tangan pada kertas tersebut. Nama-nama lain yang tercantum di atas kertas di mana namaku berada adalah nama-nama teman satu kelompokku. Kebanyakan anggota kelompokku adalah anak-anak yang nama depannya berawalan huruf F dan H.

Setelah itu, kami semua dikumpulkan di lantai tiga. Di sebuah ruangan yang sejatinya adalah dua ruang kelas yang terali aluminiumnya dibuka. Di ruangan ini, kami didudukkan sesuai dengan kelompok. Di ruangan ini pula lah pertama kalinya aku bertemu dengan kakak pendamping yang bertugas untuk mendampingi kelompokku, kelompok empat putri.

Setelah semua peserta MOS memasuki ruangan dan duduk sesuai dengan kelompoknya, beberapa panitia memberikan pengarahan singkat tentang MOS. Perlu diketahui, MOS di sekolahku ini berbeda dengan MOS di sekolah yang lain. Setiap peserta MOS di sekolah ini tidak diwajibkan—bahkan malah dilarang—untuk berdandan yang aneh-aneh. Kami juga tidak disuruh untuk mencari atau membuat barang yang macam-macam, alias tidak wajar. MOS di sini memiliki tujuan utama untuk mengenalkan sekolah ini kepada siswa baru. Baik mengenai lingkungan maupun kebiasaannya.

Setelah pengarahan selesai, masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk observasi. Kami diajak untuk mengunjungi beberapa tempat di kompleks sekolah. Misalnya saja UKS, Lab. Kimia, Lab. Fisika, Lab. Multimedia, Green Space, dll. Tentu saja setiap kelompok tidak mengunjungi semua tempat itu. Kelompokku hanya dipersilakan untuk mengunjungi UKS, Lab. Fisika, dan Green Space.

Di UKS, kami mendapat penjelasan singkat dari anak-anak PMR. Ruangan yang difungsikan sebagai UKS tersebut adalah ruangan kecil yang disekat menjadi dua. Di sana hanya ada dua tempat tidur, satu untuk putra dan yang lain untuk putri. Karena tidak ada kursi, maka ketika mendengarkan keterangan dari kakak-kakak PMR—salah satunya adalah kakak kelasku dulu sewaku SMP—kami duduk di kasur dan di lantai.

Observasi di UKS pun selesai. Aku bersama kelompokku langsung menuju Lab. Fisika yang ada di laintai dua. Lab ini ditata seperti ruang kelas biasa dengan tambahan TV dan OHP. Di sana, kami mendapat informasi bahwa murid-murid kelas sepuluh baru akan menggunakan Lab setelah memasuki semester dua. Setiap mengikuti praktikum kami diwajibkan mengenakan baju praktikum yang berwarna putih, panjang, dan berlengan pendek. Setelah praktikum selesai, guru-guru yang mengampu mata pelajaran tersebut akan meminta laporan hasil praktikum. Hmm, tak sabar rasanya ingin segera menggunakan fasilitas ini. Maklum, waktu SMP aku belum pernah masuk ke Lab IPA.

Sebelum meninggalkan Lab, kami diingatkan untuk mengembalikan baju praktikum yang tadi dipinjamkan untuk kami pakai. Dari lantai dua, kami langsung naik ke lantai empat untuk mengunjungi Green Space.

Dalam perjalanan ke sana, kami bertanya-tanya: Green Space itu apa? Bayanganku, Green Space itu seperti Green House. Namun, ketika kutanyakan pada kakak pendamping, dia hanya tersenyum tanpa memberi jawaban yang jelas.

Tak lama kemudian kami menaiki anak tangga sempit yang menuju kelantai empat. Dan akhirnya, tibalah kami di Green Space. Tidak seperti banyanganku, Green Space sama sekali berbeda dengan Green House. Tempat ini diisi dengan beraneka tanaman di dalam pot. Tanaman-tanaman ini hanya ditata sedemikian rupa di tempat yang teduh karena dua pertiga dari lantai empat ini tidak beratap. Green Space ini adalah base camp-nya anak-anak KIR Avicenna. Di tempat ini, kami mendengarkan seorang kakak yang menjelaskan tentang KIR di sekolah ini. Kegiatan-kegiatan KIR di sini antara lain adalah merawat Green Space, membagikan bibit Sansivera, dan membuat selai talok. Pada waktu itu, aku jadi ingin tahu bagaimana rasanya selai talok.

Setelah puas menikmati Green Space, kami semua kembali ke lantai satu untuk kemudian masuk ke masjid. Di masjid, kami sekelompok duduk melingkar untuk mendengarkan pengarahan dari kakak pendamping. Mbak Anis, kakak pendamping kami, memberitahukan bahwa hari Selasa nanti akan diadakan lomba pidato tiga bahasa: English, Arabiyah, dan Jawa. Masing-masing kelompok harus mempunyai satu wakil di setiap perlombaan ini. Awalnya, aku ditunjuk untuk mengikuti lomba pidato bahasa Arab. Tentu saja aku menolak. Sebagai gantinya, aku memilih untuk diikutkan lomba pidato bahasa Inggris saja. 

Sambil menunggu kelompok lain menyelesaikan observasinya, aku mengobrol dengan teman-teman satu kelompokku. Mbak Anis telah mewanti-wanti supaya aku bisa mengenal seluruh teman sekelompokku. Ini adalah sebuah keharusan karena aku adalah ketua kelompok. 

Kelompokku terdiri dari 20 orang. Sebagian besarnya adalah lulusan SMP Al Islam (Spalsa) juga seperti aku. Meski demikian, aku hanya mengenal sedikit di antara mereka. Wajar saja, sewaktu SMP dulu, kuakui, aku tidak banyak bergaul dengan teman-teman dari kelas lain.

Acara hari itu diakhiri dengan pengarahan dari panitia tentang apa saja yang perlu disiapkan untuk besok. Dan sekitar pukul setengah dua belas, aku sudah meluncur pulang dengan beberapa pr yang sudah menunggu untuk diselesaikan.

PR hari Ahad:
  • Menyiapkan seragam yang mau dipakai hari Senin.
  • Membuat co card dengan kriteria: 15 x 10 cm, diisi nama, kelompok, dan foto 3 x 4, berwarna pink (warna berbeda untuk kelompok berbeda)
  • Memberi nama tas supaya tidak tertukar karena nantinya tas-tas akan ditinggal di ruang kelas sedangkan kami mengikuti acara di luar kelas 
  • Menyiapkan satu lembar HVS dan gunting untuk dibawa hari Senin
  • Membuat pidato bahasa Inggris
<<<To be continued>>>