Senin, 26 April 2010

So Many... But, How?

Hurray....! It's holiday, dude!! I'm happy to have a free day besides Friday....! 

Hmph... But, I have so many things to do. Here they are:

  • Do my geography homework
  • Do my lab work report
  • Prepare for economy test
  • Prepare for ICT test
  • Prepare for Chemistry test
  • Prepare for Aqidah test
  • Prepare for PKN test
  • Make a slide show for tafsir
  • etc, etc, etc
Huft.... the big problem I'm having now is: LAZINESS!!!   Uhh, how can I do all the things I wanna do if I become so lazy?!?!?! Allah, please help me....

When I'm lazy, I can't use my time effectively. Huhuhu , I do want to do many things....!! Please help me to drive out this goofy laziness!! Motivate me!!




Huwaaa....

          

Rasulullah SAS bersabda, "Gunakan masa mudamu sebelum masa tuamu, masa luangmu sebelum datang masa sempitmu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum miskinmu dan masa hidupmu sebelum matimu” (HR. Ahmad, An Nasa’i dan Al Baihaqiy).


Rabu, 21 April 2010

Cintanya Para Pecinta-Nya

Assalamu'alaikum!!! Kali ini, aku ingin membagi sebuah artikel, yang sebelumnya pernah aku post di blogku yang satu ini. Berikut artikelnya.....


Ikhwatuna fiddin...


Baru-baru ini, aku habis baca artikel bagus banget... (to my mind) Berhubung temanya cocok sama blogku yang satu ini, I decided to share it with you! Please enjoy....

(Taken from this site)

MENCINTAI SEJANTAN ALI (Karromallahu wajhah)

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!

Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.

Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..

Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.

Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.

”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko.

Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu

Kisah ini disampaikan disini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an. Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu.

Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.


Subhanallah... betapa indah kisah cinta mereka. Cinta yang berlandaskan cinta akan Rabb mereka, agama mereka. Sungguh jauh lebih indah dibanding kisah cinta yang berlandaskan nafsu dan kesenangan semata.

Karena cinta adalah memberi...
Pemberian tulus dari hati...
Tanpa paksaan, jikalau tak suka, ia bebas menolak...
Namun sang pecinta kan tetap mencinta...
Karena cinta adalah menerima...
Pengakuan jikalau diri masih perlu berbenah...
Jiwa ksatria yang tidak segan mundur jika perlu...
Karena cinta adalah kecukupan...
Cukupkan mencinta, tanpa harap kembali...
Kita mampu melimpahi semua orang dengan cinta...
Meski cinta kita mereka acuhkan...
Kita tetap bisa mencinta mereka...
Karena cinta adalah kebebasan, bukan kekangan...
Membebaskan yang dicinta meraih bahagianya...


ketika diri mulai bertanya-tanya lagi tentang cinta,
semoga repost ini bermanfaat.

Senin, 19 April 2010

Do'a di Sepanjang Jalan Hujan

5 Jumadil Awal 1430 H / 19 April 2010 M
Yaumush Shiyam (Senin)

Berjalan menuju parkiran ditemani gerimis... Segar nian rasanya hawa di sekitarku... Sejuk yang ada membawa nikmat untukku...

Keluar dari area sekolah tercinta ditemani polygon biru kesayangan, dan gerimis... Senang rasanya mengindra lembut tetes air langit... Sungguh aku harap gerimis segera berlalu, berganti hujan... Aku merindu hujan...

Tak lama harapku pun terkabul... Hujan! Hujan! Rahmat-Nya telah datang...!

Aku pun kembali melakukan kebiasaan baruku ketika hujan turun: Berdo'a. Ya, di sepanjang jalan menuju baitii jannatii. Selama hujan turun. Ini salah satu waktu istimewa, tak ada seorang hamba yang berdo'a ketika hujan turun, kecuali Allah mengabulkan do'anya. Berikut do'aku, di sepanjang jalan, di tengah rintik rahmat-Nya...

Bismillahirrahmanirrahim

Allah, aku ingat kata ayah Guruku, bahwa do'a-do'a yang dipanjatkan pada waktu-waktu yang ijabah, lebih besar peluangnya untuk Kau kabulkan... Maka di tengah rintik rahmat-Mu ini, aku panjatkan untaian kata do'aku...

Allah, ampuni aku... Ampuni juga kedua ayah bundaku... Sayangi mereka layaknya mereka sayangi aku saat aku masih kecil... Permudahlah segala daya upaya mereka untuk menafkahi keluarga kami... Limpahkan rizki-Mu yang barokah kepada mereka, Allah... Ya Rahmaan, Ya Rozzaq...

Allah, berikan kebaikan dalam kehidupan duniaku, juga dalam kehidupan akhiratku... Dan hindarkan aku dari siksa annaar-Mu...

Allah, lapangkanlah dadaku, permudah segala perkaraku...

Allah, tambahkan ilmuku dengan ilmu yang bermanfaat, dan anugerahkan kefahaman kepadaku...

Allah, teguhkan pendirianku, hamba yang lemah ini... tetapkan hatiku pada cinta untuk-Mu... Bantu aku untuk jalani setiap apa yang telah ku pilih... Beri aku kemudahan di setiap ikhtiyar menggapai ridhomu, jannahmu... Bantu aku agar ku dapat menjadi anak yang berbakti... Perkenankan aku untuk merasakan hidup mulia dan mati syahid...

Allah, beri aku kesempatan selalu untuk membuktikan diri, untuk berprestasi... Dan ku mohon, bantu aku agar ku dapat memanfaatkan kesempatan itu dengan sangat baik...

Allah, aku percaya bahwa seluruh hidupku telah tersusun rapi dalam skenario-Mu... Sungguh tak ada kisah yang melebihi indahnya kisah-Mu... Namun aku tak pernah tahu, apa episode hidupku selanjutnya... Yang ku tahu hanya episode yang lalu dan sekarang... Maka, apapun episode hari esokku, ku mohon permudah aku jalankan peranku... Bantu aku untuk ikhlas menerima apapun takdirku... Bantu aku untuk istiqomah berikhtiyar demi ridho-Mu... Beri aku kemudahan dalam mewujudkan mimpi-mimpiku...

Allah, jadikan kisah hidupku kisah yang indah... Yang bahkan tak pernah terbayangkan dalam imajinasi penulis terhebat sekalipun...

Allah, aku yakin, aku percaya, bahwa Engkau akan segera menjawab semua harap yang telah ku utarakan... Bahkan yang masih tersimpan di hati ini, pasti akan terwujud juga jika Engkau menghendaki...

Allah, kabulkan do'a aku... Aamiin.

My community

huaaaa..... penasaran gilaa sama yang namanya css multiply.... dah nyoba berkale-kale buat masang logo indonesia-blogger, gak bisa-bisa.... hmph, tapi kali ini ku harus BISA!!!

Jumat, 09 April 2010

Seleksi OSN tingkat Kota Surakarta

Start:     Apr 17, '10 07:00a
Bismillah..... Ya Allah, hamba mohon permudahlah ikhtiyar hamba, hamba mohon jadikanlah kesempatan ini sebagai pembelajaran bagi hamba, untuk menjadi lebih baik, bantu hamba untuk memijak 'anak tangga' ini demi mencapai cita-cita di atas sana: menjadi master of mathematics.... aamiin

Cinta Allah: Energi Terdahsyat di Alam Raya

     Pertempuran hari itu berlangsung sengit. Pedang sang Pembawa Panji tak hentinya melesat, berkelit, menangkal, berdenting di udara. Sayang, musuh dapat melucuti tameng kecilnya. Benda itu menghilang di tengah pertempuran, tak ada waktu untuk mencarinya.
     Tanpa ragu sedikitpun, segera tangan sang Pembawa Panji merenggut pintu benteng musuh. Pintu itu langsung tercerabut. Dengan perkasanya, ia gunakan pintu itu sebagai tameng barunya, tameng yang lebih besar (sangat). Sang Pembawa Panji kembali berperang dengan semangat membara. Semangat untuk tegaknya Dinul Islam...
     Ia terus melayangkan jurus-jurusnya yang jitu dan bertenaga. Musuh tak berkutik di hadapannya. Setiap ayunan pedangnya tak dapat menembus perlindungan sang Pembawa Panji, yang tak lain adalah pintu benteng mereka sendiri.

***
     Kemenangan Islam! Islam jaya, Islam mulia!
     Pertempuran usai. Setelah sekian hari penuh perjuangan. Sekian hari penuh usaha keras menaklukkan benteng. Ketika keputusasaan mengambang di udara karena bahkan Abu Bakar dan Umar tak mampu menaklukkan benteng. Cahaya kemenangan itu datang bersama sesosok waliyullah, sesosok orang yang dicinta Allah dan Rasul-Nya. Ali bin Abi Thalib karromallahu wajhah.
     “Sungguh, aku akan memberikan bendera ini kepada seorang pria yang melalui kedua tangannya Allah akan memberikan kemenangan, dia mencintai Allah dan rasul-Nya, dan Allah dan rasul-Nya pun mencintainya.” Sabda Rasul, pada suatu hari di Khaibar.
     Tak pelak, semua pasukan amat berharap bahwa yang Rasul maksud adalah diri mereka masing-masing. Siapalah yang tak mau membawa kemenangan Islam? Siapalah yang tak ingin dicinta Allah dan Rasul-Nya? Malam itu layaknya berlalu amat lamban. Mereka tak sabar menunggu matahari terbit esok. Mereka tak kuat jika memendam rasa penasaran berlama-lama. Siapakah orang pilihan itu?
     "Di manakah Ali bin Abi Thalib?" tanya Rasul di keesokan hari.
     "Wahai Rasulullah, dia sedang sakit mata," jawab seorang pasukan.
     Rasul memerintahkan agar Ali dibawa ke hadapannya. Ali datang dengan dipapah pasukan lain. Tanpa menunda lebih lama, Rasul meludahi kedua mata Ali. Dan, seketika itu juga ia sembuh, seperti tak pernah sakit sebelumnya.
      Rasul pun menyerahkan panji Islam kepadanya, Ali bin Abi Thalib, sang Pembawa Panji.

***
     Khaibar telah ada di genggaman. Medan pertempuran yang carut-marut mulai dibersihkan. Seseorang mendekati pintu benteng yang tergeletak di atas tanah: tameng besar sang Pembawa Panji. Ia coba mengangkatnya, tapi gagal. Pintu dari batu itu tak bergeser semilimeter pun. Ia memanggil orang lain untuk membantunya. Namun, bahkan delapan orang tetap kesulitan mengangkat pintu itu. Lalu, bagaimana bisa Ali mengangkatnya seorang diri?
    Itulah dahsyatnya energi cinta. Ali amat mencintai Allah dan Rasulullah. Begitupun sebaliknya, Ali dicintai Allah dan Rasulullah. Sungguh beruntung orang yang dicintai Allah. Bisa dipastikan kemudahan senantiasa menyertai orang itu. Cinta Allah dapat menjadi sumber energi terdahsyat bagi manusia. Ya, karena cinta Allah-lah, Ali mampu mengangkat pintu batu itu dan membawa kemenangan bagi kaum muslim.

Inginkah kita memiliki energi terdahsyat itu?

أللهم إني أسٔلك حبك و حب من يحبك و العمل الذي يبلغني حبك أللهم اجعل حبك أحب ٳلي من نفسي و أهلي و من الماء البارد ٬ آمين


[Dikutip dari aneka sumber]

Selasa, 06 April 2010

Apa Arti (Sebuah) Simbol....?

I said:

"Simbol... terkadang memang hanya simbol... hanya sepotong karakter untuk mempermudah identifikasi... bukan sesuatu yang diidentifikasi itu sendiri... hanya sepotong guratan untuk lebih mudah mengucap maksud hati... bukan maksud hati itu sendiri... simbol hanyalah simbol... bukan sesuatu yang disimbolkan itu sendiri...

"Simbol... terkadang menjadi sesuatu yang amat berarti... demi makna yang tersaput di baliknya... makna yang amat perlu untuk dipahami...

"Ada (banyak) orang yang menganngap simbol itu penting... demi ingin lebih mudah diidentifikasi... Mengapa harus dengan simbol? Bukankah tanpa simbol pun kita eksis? Tak peduli orang lain mengacuhkan kita atau tidak, orang tak bersimbol... toh masih banyak hal-hal yang lebih nyata daripada simbol... hal-hal yang membuat kita lebih mudah diidentifikasi...

"Ada orang yang amat cerewet soal simbol... demi mengaburkan makna yang ia maksud... maksud rahasia, yang tak boleh diketahui orang lain... Pentingkah? Toh jika memang sudah ditakdirkan untuk terungkap, makna itu akan terbaca dari simbol paling rumit sekalipun...

"Simbol... tak peduli seberapa simpelnya... itu penting...

"Simbol... tak peduli seberapa rumit keindahannya... itu sepele...

"Perenungan akan simbol ini... menuntun pada keambiguan... tak jelas... Penting? Tidak? Penting? Tidak?

"Ah, mungkin aku saja yang membuatnya rumit.... simbol itu penting, namun ada juga yang tidak... Ada yang perlu dipikirkan, dipecahkan... Ada pula yang diterima begitu saja adanya, sebagai apa yang telah ditetapkan, tanpa perlu kita membuang energi untuk memrotesnya...

"Apa arti (sebuah) simbol?"


Hanya serangkaian kata yang tak akan menimpakan dosa jika tak kau baca....

Sabtu, 03 April 2010

Masa Remaja, Masanya Eksplorasi

Masa-masa remaja memang masa-masa yang indah. Banyak hal-hal baru dan menantang yang bisa dilakoni. Mulai dari punya banyak teman, banyak kegiatan, romantisme remaja, hingga banyaknya peluang mengukir prestasi. Yang terutama, mayoritas kita tidak perlu memikirkan masalah duit. Itu masalah orang tua. Kalau kita butuh, ya tinggal minta.

Asyiknya jadi remaja terletak pada banyaknya kesempatan untuk eksplorasi. Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang dipenuhi dengan perjalanan mencari jati diri. Beruntungnya remaja jaman sekarang, banyak sekali sarana yang dapat kita gunakan untuk berpetualang mencari identitas kita yang sesungguhnya.

  • Memulai eksplorasi dengan minat
Setiap orang memiliki minat yang berbeda-beda. Ada yang berminat dalam bidang sastra, musik, sains, olahraga, dll. Nah, untuk menemukan jati diri kita yang sebenarnya, mulailah memperhatikan minat. Salurkan minat kita dengan benar. Nikmati rasa gembira yang muncul ketika minat kita terpuaskan dengan baik. Lakukan sebanyak mungkin kegiatan yang memang sesuai dengan minat kita. Misalnya, kita memiliki minat yang besar dalam bidang sastra. Maka, jangan hanya puas menikmati karya sastra orang lain. Cobalah untuk menciptakan karya sastra sendiri.
  • Atur penyaluran minat
Agar minat kita bisa tersalurkan dengan baik, kita bisa mengikuti organisasi-organisasi yang sesuai dengan minat kita. Dengan menjadi anggota organisasi, setidaknya penyaluran minat kita bisa lebih teratur karena biasanya setiap organisasi memiliki program yang terjadwal. Melalui organisasi, kita juga bisa mendapat banyak kenalan yang memiliki minat sama. Kita bisa belajar bersama. Saling membagi kelebihan dan menutup kekurangan. Selain ikut organisasi, kita juga bisa bergabung dengan grup di dunia maya (Grup FB, mailing list, dll). Kita bisa saling berbagi ide dan berdiskusi dengan orang lain dengan jangkauan yang lebih luas.
  • Jangan ragu untuk tampil
Ketika ada kesempatan untuk menunjukkan kemampuan kita, jangan pernah ragu untuk mengambilnya. Misalnya saja ada lomba menulis cerpen tingkat nasional. Bagi kalian yang berminat untuk ikut, langsung saja mendaftar. Jangan pernah berpikir bahwa kita tidak akan mampu menjadi pemenang dalam kompetisi itu hanya karena kita masih pemula, cerpenis kelas teri. Keberuntungan orang itu berbeda-beda. Lihat saja Andrea Hirata. Siapa dia? Sekalinya tampil, dia langsung dikenal sebagai penulis tetralogi yang mampu menembus tangga best seller. Jadi, meskipun kita masih tergolong cerpenis pemula, tidak menutup kemungkinan kita bisa menjuarai lomba cerpen tingkat nasional. Kalau pun toh kita kalah, ini hal yang wajar dalam suatu perlombaan. Setidaknya, kita mendapat pengalaman baru dari kejadian itu.
  • Jangan berhenti bersaing
Teruslah bersaing dengan sehat! Jangan biarkan kegagalan memaksamu untuk berhenti dan membiarkan minatmu terpendam dalam tanpa kesempatan untuk mengangkasa! Persaingan dapat membentuk pribadi yang mumpuni, tentu saja jika itu adalah persaingan yang sehat. Dengan bersaing, kita akan terus terdorong untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan yang ada pada diri kita. Itu artinya, kita dapat terus bereksplorasi untuk menemukan jati diri kita yang sebenarnya.


Itulah asyiknya jadi remaja. Kita masih punya banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan minat kita. Otak kita masih mudah digunakan untuk mempelajari hal-hal baru. Banyak sarana yang dapat kita gunakan untuk menyalurkan minat dan membentuk kepribadian kita. Di era globalisasi seperti ini, banyak kemudahan yang bisa kita dapat untuk menghabiskan masa-masa remaja dengan jalan yang benar dan mengukir sebanyak mungkin prestasi. Contohnya, kita bisa memanfaatkan aneka situs jejaring sosial. Rugi kalau kita memanfaatkan Facebook, Twitter, Plurk, dsb hanya untuk ngobrol ngalor-ngidul nggak jelas.

So, ayo isi masa remaja kita dengan hal-hal yang menyenangkan dan, tentu saja, bermanfaat bagi kita! Apa pun minat kalian, salurkan dengan jitu! Manfaatkan masa remaja kita untuk mengukir sebanyak mungkin prestasi dan membentuk pribadi yang mumpuni!