Sabtu, 23 Oktober 2010

Pena Saya Nggak Waras

Ini adalah sebuah postingan ringan tentang satu-satunya pena hitam yang saya miliki. Ya, satu-satunya. Bukan karena saya tidak mampu membeli lebih, tapi lebih karena saya malas membeli pena baru kalau pena yang lama belum habis tintanya atau belum macet. Malas mengeluarkan uang dari dompet.

Pena itu telah menemani saya sejak awal Oktober. Tintanya telah mengisi berlembar-lembar kertas. Ia juga telah setia membantu saya untuk mengerjakan soal-soal ulangan tengah semester selama satu minggu penuh. Dia juga ikut ke Semarang, untuk mencatatkan sesuatu yang penting bagi saya di sana.

Lalu, apa yang saya maksud dengan memberi judul entry ini 'Pena Saya Nggak Waras'?

Well, to the point aja... Karena pena saya berbentuk seperti ini...


:kata temen saya, bentuk pena ini seperti kepalanya burung KONDOR (gak tau deh dia lihat dari sebelah mananya... coz bagiku gak mirip tuh...)

Banyak teman-teman saya yang 'terpesona' dengan pena itu... Mereka tidak percaya kalau saya menulis dengan pena itu... Mereka juga tidak percaya kalau saya mengerjakan soal-soal mid selama seminggu penuh dengan pena seperti itu...

Tapi nyatanya, saya BISA menulis dengan pena itu! Meski pena itu nggak waras...



NB: Bahkan wakasek di sekolah saya pernah menggunakan pena itu untuk tanda tangan... Hebat kan? [setelah beliau 'memuji' pena itu dengan lirih tapi mengena...]

Jumat, 22 Oktober 2010

Wahai Jiwa, Jangan Kau Merasa Lelah!

"Oh, betapa aku telah usahakan yang terbaik,
masih saja ada cela dari mereka...
Aku lelah, dan cela mereka seakan ingin aku mati..."


"Wahai Jiwa, jangan kau merasa lelah!
Sejatinya kau tak boleh lelah, hingga kakimu menapak surga
Di dunia ini, biarlah sang Raga saja yang lelah..."


"Betapa aku telah lakukan banyak hal,
masih saja ada hal-hal lain yang harus kuselesaikan...
Sedang aku masih sakit, api semangatku padam...
Dan sang Raga juga masih letih..."


"Wahai Jiwa yang merasa sakit, yang semangatnya padam,
Biarkan Raga yang letih berbaring sejenak...
Itu adalah haknya sebagai hal yang tak abadi,
yang nantinya hancur jadi tanah...
Sedang engkau, wahai Jiwa...
Hakikatmu adalah abadi, mampu merasa hidup dunia dan akhirat
Maka, jangan kau merasa lelah, wahai Jiwa!"


"Betapa banyak yang membebani punggungku,
Berkali aku jatuh dan luka karenanya,
Aku telah bungkuk permanen,
Dunia ini jadi terasa semakin berat di pundakku..."


"Wahai Jiwa yang berkeluh kesah,
Jangan kau anggap apa yang di punggungmu itu sebagai beban,
Itu adalah bekal untuk tentukan hidup keduamu,
Manfaatkan dengan baik, 'tuk dapatkan Taman Terindah,
dan jauhi Api Terpanas..."


"Aku lelah dikejar Waktu,
Aku rindu saat untuk bersistirahat..."


"Wahai Jiwa, kini belum saatnya untukmu,
Lintasan larimu masih panjang,
Keluh kesah dan gerutu tak 'kan antar engkau ke finish,
Teruslah lakukan yang terbaik,
Jikapun cela tetap mendatangimu,
terimalah dengan lapang,
karena kau bukan Tuhan Yang Maha Sempurna..."