Rabu, 24 Juli 2013

Udah Siap?

Ce: Hari ini adalah hari ketiga aku nggak bangun sahur.
Co: Cewe koq gak bangun sahur... nanti suaminya gimana...

Dialog singkat yang mengusik pikiran saya. Ditambah kondisi lingkungan sekitar yang lagi lumayan panas soal 'nikah' , saya jadi mikir gara-gara obrolan sesaat yang saya dengar ini.

Udah setahun saya jadi mahasiswa, perantau, dan tinggal di kos-kosan. Udah setahun saya hidup jauh dari orang tua. Hubungan dengan mereka hanya lewat SMS, telepon, FB, do'a, dan kiriman uang. Tanpa kontak fisik. Di rantau ini saya harus bisa mengurus diri sendiri: bersihin kamar kos sendiri, nyuci baju sendiri, cari makan sendiri, jaga kesehatan sendiri, atur duit sendiri, dll. Intinya belajar mandiri lah.

Lalu, sudahkah saya jauh lebih mandiri dari tahun lalu?

Hoho, rasa-rasanya belum. Aku memang melakukan hal-hal itu sendiri. Tapi tidak disertai kesadaran diri. So, kalau dapet kesempatan pulkam, aku seperti komputer yang di-shut down. Memori di RAM ilang semua.

Nah, kalau ngurus diri sendiri aja masih dilandasi keterpaksaan, gimana mau ngurus orang lain...?

Aku jadi ingat suatu blogpost yang ada di sini:

A: Jadi gimana mba?
B: Kamu siap nikah sekarang?
A: Siaaap... Insya Allah aku mau mba, bikin hubungan kayak gini jadi halal
B: Oke sip. Anyway, menikah itu lebih dari sebatas halal say. Tapi melayani... melayani makannya, capeknya, cuciannya, anak-anaknya, keuangannya...
A: Insya Allah...
B: Kamarmu sudah rapi?
A: ...
B: Pengelolaan uang jajan, belanjamu sudah beres?
A: ...
B: Sudah ga terbiasa beli makan di warung kan?
A: ...
B: Tumpukan baju kotormu sudah dicuci? Dan ga ngelaundry kan?
A: ... 

Kena banget sama dialog itu. Ayo jadi pribadi yang lebih mandiri dan dewasa! :D

Simulasi #2


"Banyak-banyaklah menulis, banyak-banyaklah membaca." [PKP]

Itu pesan dari seorang kakak beberapa hari lalu, setelah menonton film GIE bersama-sama.

Hal yang membuatku kagum pada sosok tokoh di film itu adalah ke-kutubuku-annya dan konsistensinya dalam menulis jurnal harian maupun menulis untuk media. Pikirannya bebas. Idealisme sudah dimilikinya sejak muda. Dan dia berani, vokal.

Aku juga suka membaca, tapi membaca novel. Bukannya aku bilang kalau membaca novel itu tak ada gunanya. Hanya saja, selama ini mindset ku tentang novel hanyalah sebagai hiburan yang tak perlu dikritisi. Cukup dinikmati saja. Kalaupun ada komentar, paling hanya komentar yang general dan tidak mendalam. Aku juga tahu, kalau di novel-novel itu ada banyak informasi yang diselipkan. Namun aku hanya membacanya sepintas lalu, tanpa memikirkannya lebih lama lagi.

Ada yang bilang, untuk bisa menulis kita harus mau membaca. Aku sudah membaca banyak buku (novel). Tapi karya tulisku masih sedikit. Bahkan sudah berbilang tahun aku menelantarkan blog ini, media publikasi karya tulis yang paling sederhana. Minder rasanya saat berkunjung ke blog teman dan mendapatinya masih rajin menulis walau kami sama-sama sibuk.

Setelah menonton film GIE kemarin, aku (lagi-lagi) ingin mengakrabkan diri dengan buku. Aku ingin memperluas wawasan dan membebaskan pikiran. Aku ingin meningkatkan kualitas bacaanku. Aku berharap, dengan buku-buku yang aku baca, aku bisa menjadi seseorang yang lebih baik. Seperti pesan seorang kakak kemarin,

"Jangan mau hanya menjadi dirimu apa adanya! Tapi jadilah dirimu yang terbaik!" 

Aku tidak ingin lagi menjadi seseorang yang hanya diam, tidak punya pendapat dan pendirian. Untuk itu, aku harus banyak-banyak membaca kritis. Aku harus berlatih mengutarakan pendapat. Aku harus aktif berpikir.

"Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas." [Mohammad Hatta] 

Jumat, 19 Juli 2013

Simulasi #1

Diambil dari sini.

“…mungkin ini simulasi mencampurkan 133 zat kimia yang berbeda dalam satu wadah. Dengan harapan ke-133 zat itu bisa bereaksi sempurna dan membentuk satu zat baru yang diinginkan oleh si Penyampur.”
Bayanganku, ada 133 tetes cat minyak dengan warna berbeda yang diteteskan ke dalam baskom berisi air. Warna-warna itu akan berdiri sendiri, tidak bercampur. Perlu effort lebih untuk mencampurkan semua warna itu. Kalau semua warna itu sudah tercampur, warna apa yang muncul? Hitam?

Bayanganku juga sempat mempertimbangkan gelombang cahaya. Ada 133 gelombang cahaya tampak yang berbeda-beda frekuensi dan panjang gelombangnya. Seseorang ingin menyatukan ke-133 gelombang itu. Lalu, cahaya tampak warna apakah yang akan terlihat jika semua gelombang itu telah menyatu? Putih?


Baru beberapa saat kemudian aku ingat. Warna-warna itu tidak perlu  melebur semua untuk bersatu. Mereka tetap bisa berdiri sendiri, mempertahankan identitas mereka. Yang mereka perlukan untuk bersatu hanyalah kerelaan menerima eksistensi warna lain, kemauan untuk berdampingan dan bersinergi dengan warna-warna lain membentuk suatu karya yang indah, yang tepat komposisi warnanya.

Aku masih belajar...