Rabu, 22 Januari 2014

Dewasa

Sembari menunggu kuliah (yang baru mulai sekitar 3 jam lagi --"), mending update blog :3

Belakangan ini, saya kepikiran masalah kedewasaan seseorang. Gara-garanya adalah saya sadar kalau saya bertambah tua (bentar lagi kepala 2) tapi saya masih merasa bocah banget.

Emang, orang yang dewasa itu yang seperti apa?

Seingat saya, dosen saya pernah bilang bahwa orang yang dewasa itu bisa memilah antara hal yang penting dan hal yang tidak penting untuk dilakukan atau dipikirkan. Orang yang bisa menentukan mana hal yang lebih penting dari sekumpulan hal-hal penting. Sederhananya, orang itu bisa menyusun prioritas dengan benar lah...

Bisa menentukan pilihan antara menuruti keinginan untuk melakukan hobi atau mempersiapkan diri untuk kuliah esok hari terlebih dulu. Bisa menentukan pilihan antara menghabiskan waktu dengan leha-leha atau mengeksplorasi rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru. Bisa menentukan pilihan untuk menuruti rasa galau atau berusaha mengabaikannya dan melanjutkan melakukan sesuatu yang memang harus dikerjakan (kewajiban tidak terbengkalai). Dan lain sebagainya...

Seingat saya juga, dulu seorang teman pernah nge-tweet yang isinya kurang lebih begini:

"Dewasa itu melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan, bukan hanya melakukan sesuatu yang disukai."

Hmm, iya juga ya. Kan tidak semua kewajiban kita sukai. Pasti ada saja kewajiban yang sebenarnya kita tidak suka melakukannya. Mungkin mindset kita perlu diubah dalam memandang kewajiban tersebut. Seperti kata orang, "Do what you love. Love what you do." 

Sebenernya saya masih belum tahu sih, gimana caranya 'love what you do'. Adakah yang bisa memberi tahu saya caranya? Please, post aja di comment yaa :) Thank you...



Bandung, 22 Januari 2014

Jumat, 10 Januari 2014

Suka Baca Novel



“Hobi kamu apa?”
“Baca novel.”


Itu jawaban saya setiap kali ditanya masalah hobi. Saat Osjur kemarin, saya dan teman-teman seangkatan mendapat tugas untuk saling mewawancarai setiap orang di angkatan kami. Otomatis, saya jadi sering banget ditanya (dan bertanya juga) soal hobi. Somehow, saya sempat merasa kalau hobi saya ini ‘nggak banget’. Hmm, mungkin karena kebanyakan temen akan menjawab “dengerin musik” atau “nonton film” kalau ditanya hobi, saya jadi merasa kalau hobi saya keren (hari gini menemukan orang yang suka membaca itu susah kan?). Tapi, begitu ketemu sama temen yang hobi baca juga dan bacaannya adalah buku-buku nonfiksi (yang menurut saya ‘berat’), saya langsung merasa minder. Merasa diri ini kekanakan banget gegara baca novel doang.

Kenapa saya suka baca?
Mungkin ini adalah hasil kombinasi dari seorang Ibu yang telaten mengajari saya mengeja huruf dan seorang sepupu jenius yang bahkan sebelum masuk TK pun sudah hobi baca majalah Bobo. Saya jadi getol banget belajar baca. Pengen ngejar tuh sepupu jenius. Pengen baca Bobo juga :3

Kenapa sukanya baca novel?
Nah, kalau yang ini peran Ibu saya nih. Beliau yang pertama kali mengenalkan saya pada jenis bacaan selain majalah Bobo, yaitu novel. Beliau berjanji akan membelikan saya novel kalau nilai saya bagus. Saat itu saya masih duduk di bangku SD, mungkin kelas 3 atau 4.
Singkat cerita, tibalah hari di mana Ibu saya harus menepati janjinya, hehe. Saya diajak ke toko buku. Pas itu, salah satu novel yang sedang dijagokan adalah Harry Potter (baru ada buku 1 sampai 4). Langsung deh dibeliin Harry Potter 1 (Batu Bertuah). Sampai rumah langsung saya baca.
Dan saya pun ketagihan! Sejak saat itu, saya mulai mengoleksi novel. Rak buku di kamar saya mulai dijejali dengan serial Lima Sekawan dan beberapa novel lain karangan Enid Bylton (ini juga rekomendasi dari Ibu saya; beliau dulu juga suka baca karya-karya Enid Bylton). Saya ingat, betapa dulu sebelum tidur, saya selalu menyempatkan diri untuk menghitung jumlah buku di rak. Memastikan kalau nggak ada satu buku pun yang tercecer (soalnya dulu kan adik saya masih kecil, takutnya mereka ngambilin buku saya terus nggak dibalikin, hehe). Sebelum tidur saya sempatkan baca novel, biasanya sih reread aja… Gak setiap kali saya bisa punya novel baru segera setelah selesai membaca satu novel kan?

Yah… itulah awal mula hobi saya.

Dulu juga sempat punya keinginan untuk punya perpustakaan pribadi yang isinya novel-novel kesukaan. Terus, beberapa hari yang lalu tidak sengaja mampir ke kineruku.com. Dan keinginan saya untuk punya perpustakaan pribadi pun muncul kembali. Pengennya mulai sekarang rutin beli buku, misal sebulan sekali ke toko buku dan harus beli buku. Buku itu investasi coy…

Dan setelah saya pikir-pikir lagi, baca novel itu ada gunanya koq.. karena kan pasti ada info-info yang diselipkan si penulis di novelnya. Lagian, baca novel itu bisa melatih imajinasi juga… 


"Sometimes I read because my reality is just too difficult"
[source

Solo, 10 Januari 2014


Sabtu, 04 Januari 2014

Tidak Menunda, Bersyukur

Ini salah satu pikiran yang terbetik di benak saya saat sendirian mencuci piring di dapur. Tapi yang membetikkan pikiran ini bukan masalah cuci piring, bukan... Melainkan karena ada satu tugas yang saya rasa sudah saya selesaikan. Dan saya jadi merasa lebih ringan untuk bersyukur atas tugas itu.

Jadi, apa pemikiran itu?

"Tidak menunda-nunda pekerjaan adalah jalan untuk menjauhi keluh dan mendekatkan diri kepada syukur. Karena bersyukur itu lebih baik daripada mengeluh, kenapa kita harus menunda melakukan/mengerjakan tugas kita?"

Kalau kita menunda-nunda mengerjakan sesuatu, otomatis waktu kita untuk menanggung beban itu jadi lebih lama. Ini bisa menimbulkan stress, seperti kata pak Stephen Covey:

"Bukan BERAT beban yang membuat kita stress, tetapi LAMAnya kita memikul beban tersebut."

Nah, saat sedang stress, lebih mudah untuk mengeluh atau bersyukur?

Kemarin, saat saya mengunjungi suatu toko buku, saya menemukan buku yang berisi tips rehabilitasi untuk orang-orang yang suka menunda-nunda melakukan sesuatu (saya lupa judulnya). Salah satu tipe penunda-nunda pekerjaan yang dibahas di dalam buku itu adalah orang yang perfeksionis. Dan saya merasa itu tipe penunda-nunda yang paling mendekati karakter saya (ya, saya adalah orang yang suka menunda-nunda). Penunda-nunda tipe ini belum bisa memulai suatu pekerjaan kalau keadaan belum benar-benar sempurna. Untuk kasus saya, keadaan sempurna untuk memulai mengerjakan sesuatu tercapai jika memang saya sudah ada mood atau keinginan kuat untuk memulainya. Selain itu, 'keterpaksaan' mengerjakan sesuatu (karena sudah mendekati deadline) juga bisa membuat saya memulai suatu pekerjaan.

Nah, kebetulan tugas yang saya sebutkan di bagian awal post ini adalah tugas yang lumayan besar, butuh waktu yang tidak sebentar. Mood saya untuk mengerjakan tugas itu tak kunjung terbentuk karena selalu ada pikiran negatif dalam diri saya bahwa mengerjakan tugas itu pastilah membosankan. Tapi, karena tugas ini sudah molor jauh dari deadline dan tidak hanya menyangkut saya pribadi, akhirnya saya paksa diri sendiri untuk mulai 'merangkak' mengerjakan tugas itu. Tiap hari saya sempatkan mengerjakan tugas itu. Dan setiap kali setelah mencicil menyelesaikan tugas itu, perasaan saya membaik. Saya senang karena, walau mungkin hanya sedikit dan tugas itu belum selesai, saya telah membuat kemajuan. Rasanya seperti berkurang beban yang saya tanggung.

Semoga pemikiran saya ini bisa memotivasi untuk tidak menunda-nunda pekerjaan lagi...
Aamiin.

Solo, 4 Januari 2014