Sabtu, 28 Februari 2015

"Kuliah" Tambahan: Time Management

"Manusia tidak akan bisa mengalahkan waktu, tapi manusia bisa menang bersama waktu"

-----

Quotes tersebut saya tuliskan di cover notebook yang saat ini masih saya pakai. Saya lupa, apakah saya mendapatkan kalimat itu dari suatu tempat, ataukah itu hasil perenungan saya sendiri. Di post kali ini, lagi-lagi ingin membahas soal waktu.

Kemarin malam saya mengikuti mabit di masjid kampus. Salah satu hal yang dibahas oleh pemateri adalah mengenai waktu. Berdasarkan surat Al Asr, ada manusia yang tidak merugi, yaitu manusia yang beriman, beramal sholeh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran. Kaitannya dengan waktu, manusia yang tidak merugi adalah manusia yang senantiasa mengisi waktu yang dimilikinya dengan iman dan amal sholeh, bukan hanya dengan iman atau hanya dengan amal. Yang perlu diingat adalah perwujudan iman dan amal sholeh tidak terbatas pada ibadah-ibadah yang "spiritual" seperti sholat, puasa, dll. Belajar, mengerjakan tugas kuliah, mencari nafkah, itu juga bisa disebut praktek iman dan amal sholeh kan...?

Saat ini saya sudah melalui 6 minggu di semester 6 kuliah. Kata orang-orang, semester 6 adalah puncak kuliah tersibuk, banyak tugas, dan masih harus mencari tempat magang juga untuk liburan semester nanti. Well, I agree. 

Semester ini saya mendapat tantangan untuk bisa memanfaatkan waktu dengan lebih baik. Kenapa? Karena jadwal kuliah yang random, misalnya hari Kamis kuliah jam 7-10 lalu kosong dan mulai kuliah lagi jam 16-18. Waktu kosong antar kuliah inilah yang perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Walau kosan dekat dengan kampus, saya memilih untuk tidak pulang ke kosan pada jam kosong tersebut. Saya memilih untuk stay di kampus dan berusaha mengerjakan tugas-tugas yang ada.

Untuk bisa memanfaatkan jam kosong dengan optimal, beberapa hari terakhir saya mulai membiasakan diri untuk membuat jadwal harian. Jadwal tersebut berisi spesifikasi apa saja yang harus saya kerjakan hari itu. Jadwal harian saya buat menggunakan Chronodex untuk memudahkan pembacaan jadwal. 

Contoh Chronodex, taken from here.

Selain masalah jadwal, ada juga masalah deadline. Tugas-tugas kuliah semester ini lebih banyak daripada semester kemarin. Setiap minggu ada saja tugas untuk setiap mata kuliah. Menjalani hidup di semester 6 ini seperti hanya menghadapi rangkaian deadline tugas. Satu deadline dilalui, deadline berikutnya sudah menanti. Dan deadline yang selama ini diterapkan di program studi saya adalah "hari X jam 23.xx". Ya, jam 11 malam ke atas, hari apapun (termasuk Sabtu dan Minggu). Sedangkan saya (dan teman-teman) adalah orang yang cenderung deadliner

Pernah suatu ketika, ada deadline tugas kelompok jam 23.59. Sebenarnya tugas itu sudah selesai sejak pukul 19.00. Namun, begitu saya sampai kosan, saya malah ketiduran sebelum mengirim tugas tersebut ke asisten mata kuliah. Walhasil, saya telat 42 menit dari deadline.

Walau saya masih tidak paham kenapa banyak yang memberi deadline jam 23.59 (memangnya tugas itu akan segera diperiksa jam 00.00?), tapi saya mendapat pelajaran dari sini. Mungkin saja deadline jam 23 itu ada untuk mendidik saya supaya tidak deadliner. Saya adalah orang yang tidak bisa tidur terlalu larut malam kalau hari kuliah (kalau pas libur sih bisa baru tidur jam 1 pagi). Makanya, kalau ada tugas yang deadline jam 23, saya harus sudah menyelesaikan dan mengumpulkannya sebelum jam 21 kalau bisa. Untuk menghindari kejadian lewat deadline seperti yang saya ceritakan di atas.

Masih ada 9 minggu kuliah lagi semester ini. Semoga kemampuan manajemen waktu saya semakin baik...


Bandung, 28 Februari 2015
"... ingat, life without passion is a slow way to freeze to death."


Sabtu, 14 Februari 2015

Book Review: Rindu

 
Image taken from here.


"Apalah arti memiliki, ketika diri kami bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatau yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja."

-----

Satu lagi buku Tere Liye yang saya baca. Kali ini, cerita yang ia sajikan disampaikan dengan bahasa yang ringan. Plot yang dipilih pun cenderung datar, tingkat klimaks tidak terlalu tinggi.

Mengambil setting beberapa tahun sebelum kemerdekaan Indonesia, novel ini mengisahkan orang-orang yang dipersatukan oleh takdir dalam satu perjalanan besar dan tak sebentar. Orang-orang dengan aneka latar belakang masa lalu. Orang-orang yang bertanya-tanya tentang hidup mereka. Pertanyaan-pertanyaan mereka lah yang menjadi benang merah cerita ini. Pembaca diajak untuk merenung lewat pertanyaan dan jawaban yang disajikan Tere Liye.

Buku ini membuat saya berpikir tentang takdir. Betapa setiap orang memiliki takdirnya masing-masing, yang telah mereka lalui di masa lalu masing-masing. Untuk yang demikian, tiadalah mereka dapat berbuat apa-apa selain menerima takdir tersebut. Orang-orang juga memiliki takdir untuk masa depan masing-masing. Takdir yang sekarang tak satu orang pun tahu dan membuat orang yang bersangkutan tidak tenang hatinya. Orang-orang pun masih diberi kesempatan untuk mengusahakan takdir: baik-buruk takdir mereka bergantung pada usaha yang mereka lakukan. Dan takdir itu berkaitan dengan timing. Kenapa hal ini terjadi sekarang? Kenapa hal itu belum terjadi? Tiada yang tahu pasti kecuali Sang Maha Pengatur bukan...?

Bandung, 14 Februari 2015
...I've survived first month of 6th semester, Alhamdulillah

Selasa, 03 Februari 2015

Renungan Berangkat Kuliah

Pagi kemarin aku berangkat kuliah jam 6.10. Berniat sarapan di warung nasi kuning langganan, kulangkahkan kaki ke arah utara. Aku melewati sebuah rumah yang bagus di depan gang kosan. Rumah bertingkat 2 lantai dengan teras dan taman yang asri di bagian depannya. Sejak lama, rumah ini telah merebut perhatianku. Tiap kali melewatinya selalu terbersit kekaguman akan keindahannya, terkadang membuat kangen dengan 'rumah' di Solo, dan penasaran dengan bagian dalam rumah tersebut, penasaran dengan keluarga penghuninya. Terkadang jika sedang beruntung aku juga bisa mendengar alunan piano dari dalam rumah itu.

Pagi ini, saat melintasi rumah itu, tiba-tiba saja aku berandai-andai, membayangkan kira-kira apa yang sedang dilakukan para penghuni rumah itu di dalamnya. Aku membayangkan seorang ibu yang sedang repot di dapur menyiapkan sarapan dan mungkin juga bekal untuk anak-anaknya yang masih sekolah.

Lalu pikiranku meloncat lagi, membayangkan diriku beberapa tahun ke depan yang mungkin juga sedang sibuk di dapur pada jam sepagi itu. Aku pun tersenyum. Entah kenapa aku suka imaji yang kumunculkan sendiri dalam kepalaku. Yah, walau nyatanya sampai sekarang aku tidak pernah merepotkan diri di dapur, jarang sekali memasak, tapi tetap saja aku suka pengandaianku itu.

Sekian meter setelah melewati rumah tersebut, aku pun menarik pikiranku kembali ke saat itu. Cukup berandai-andainya. Jalani hidup sekarang dulu saja.


Bandung, 3 Februari 2015
...yang merasa sudah tua, tapi masih kekanakan