“Aku ingin eksistensiku bermanfaat bagi orang lain.”
--
Itu
kata-kata yang sering aku ucapkan. Dan sekarang, aku sedang
merenunginya kembali.
Beberapa
minggu yang lalu, aku membaca blogpost
seseorang tentang seseorang yang telah selesai dengan dirinya
sendiri. (“Orang yang Telah Selesai Dengan Dirinya”,
lafatah.wordpress.com)
Beberapa
hari yang lalu, aku membaca konsep “selesai dengan diri sendiri”
lagi di tulisan lain. Tulisan Fahd Djibran di bukunya yang berjudul
“Perjalanan Rasa”.
Hari-hari
ini, aku sedang menjalani masa UAS. Pengennya,
nggak ada kerjaan lain selain persiapan UAS. Tapi, nyatanya, aku
masih harus mikir hal-hal lain juga: ada tiga kepanitiaan yang sedang
aku ikuti plus
aku masih punya hutang kepada kepanitiaan yang pernah aku ikuti
beberapa bulan lalu.
Aku
merasa “berat”. Bagaimanapun, prioritas nomor satu tetaplah
akademik. Jadi, ya aku memutuskan untuk mendahulukan fokus belajar
buat UAS ketimbang ngurusin kepanitiaan. Di sisi lain, aku merasa
nggak profesional kalau aku nggak ada progress
di setiap kepanitiaan yang aku ikuti. Aku jadi merasa eksistensiku
kurang bermanfaat. Berkebalikan dengan keinginan yang aku sampaikan
tadi.
Fakta
tambahan bagi pernyataan bahwa eksistensiku kurang bermanfaat aku
dapatkan ketika mengamati salah seorang teman yang sedang mengajari
teman-teman yang lain suatu materi kuliah yang akan diujikan. Aku
mengamati, lalu ingat bahwa bukan cuma temanku yang satu itu yang
sering mengajari teman-teman lain. Banyak teman yang lain juga yang
biasa jadi tutor buat teman-teman sendiri. Aku? Lha
wong materi kuliah aja masih
banyak yang belum begitu paham, gimana mau nutorin temen-temen?
Aku
merasa, aku belum selesai dengan diriku sendiri. Dan sekarang aku
menyadari bahwa hal ini menghambat keinginan aku untuk bisa
bermanfaat bagi orang lain.
Mengutip
kata-kata bang lafatah, “…adakah orang yang benar-benar telah
selesai dengan dirinya?”
Iya
juga sih… kalau aku pikir-pikir, koq kayaknya kita gak akan pernah
selesai ya dengan diri kita sendiri? Terus, kalau kita harus bener-bener selesai dengan diri kita sendiri dulu, kapan kita bisa bermanfaat buat orang lain?
Tapi,
aku berpikir juga, kita tetep harus selesai dengan diri kita sendiri
dulu, sebelum kita ngurusin orang lain. Tapi kata ‘selesai’ ini
cakupannya parsial ya… Misal nih, aku mau bantu temen-temen yang
gak ngerti materi kuliah tertentu, ya aku harus ‘selesai’
memahami materi kuliah itu dulu. Aku mau berkontribusi banyak di
kepanitiaan, ya aku harus selesai dengan prioritas pertamaku dulu.
Mungkin aku harus bisa belajar dengan cepat dan mengurangi waktu
tidur, leha-leha, atau waktu-waktu tak produktif lain.
Ya…
partially,
aku harus selesai dengan diriku dulu…
Bandung,
12 Desember 2013
…sembari
menikmati nyanyian hujan di kamar kost.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar