Kamis, 03 Desember 2009

Citywalk Malam

Malam tiada berbintang. Purnama tersaput mendung. Di keremangan citywalk aku berdiri menunggu. Tiba-tiba saja, seorang lelaki tua bungkuk memasuki frame pandanganku. Ia sedang menawarkan dua ikat tape ke beberapa orang yang nongkrong di sana.

Ia dekati orang-orang itu satu per satu. Dengan senyum ramah, ia tawarkan dagangannya. Namun, apalah daya. Yang ia dapat hanyalah gelengan, kata-kata manis, dan senyuman yang sebagian dipaksakan. Meski demikian, senyumnya tetap ramah mengembang dan asanya tetap tegar, tak kenal menyerah.

Tanpa kusangka, ia mendekat, menawariku. Refleks aku menggeleng dan memberi senyuman yang kuharap cukup manis sebagai permohonan maaf. Segera, peperangan dimulai di batinku. Kenapa kau menolaknya? Apa kau tidak kasihan padanya? Bukankah di dompetmu ada selembar lima puluh ribu? Tidak maukah kau membantunya? Tapi…. Untuk apa kau beli tape-tape itu? Apakah kau membutuhkannya? Siapa yang akan memakan tape sebanyak itu?

Peperangan terus berlanjut sembari mataku terus mengawasi lelaki tua itu. Ia kembali menawarkan dagangannya. Dan… Akhirnya, seorang ibu yang tadinya menolak tawaran si lelaki tua, memanggilnya dan membeli kedua ikat tape itu.

Huff… Dalam hati aku mendesah lega. Lelaki tua itu kembali mengurusi dagangannya. Purnama masih tersaput mendung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar