Jumat, 13 Mei 2011

Hidup Bagai Air yang Mengalir [???]

Jam pelajaran pertama di akhir pekan ini adalah Bimbingan Konseling, dan tema yang diangkat sang guru kali ini tak lain tak bukan adalah tes akhir semester sekaligus kenaikan kelas yang sudah tinggal menghitung hari.

Seperti biasa, sang guru menasihati semua muridnya untuk segera mempersiapkan diri, atur strategi belajar. "Terutama untuk pelajaran-pelajaran yang nilainya belum tuntas, kalian harus berusaha lebih keras lagi. Apalagi kalau itu adalah mapel jurusan. Jangan sampai kalian tidak naik kelas hanya gara-gara ada satu nilai mapel jurusan yang tidak memenuhi KKM."

Dalam ruang kelas itu, pasti banyak murid yang gerah atau risih mendengar sang guru berkali-kali menyebut kata 'nilai'. Sampai akhirnya, ada seorang murid yang menyuarakan kegerahannya.

"Sebenarnya apa yang kita cari dari sekolah ini, bunda guru? Kita mencari ilmu bukan? Lalu mengapa yang dipermasalahkan nilai terus?"

"Karena nilaimu menunjukkan kualitasmu, anakku. Nilaimu itu sebagai tolok ukur keberhasilan belajarmu, kesuksesan usahamu dalam menuntut ilmu."

"Tapi, menurut saya, sistem penilaian yang digunakan ini membuat angka-angka yang tertera di rapor itu tidak akurat untuk dijadikan tolok ukur. Mudah sekali mengecoh sistem itu untuk mendapatkan nilai dari jalan yang tidak halal."

"Itu masalah lain. Yang perlu kalian ingat, nilai yang didapat dari jalan yang tidak halal itu tidak akan barokah."

"Saya tidak suka sistem yang seperti ini."

"Jalanilah hidup seperti air yang mengalir. Ikutilah ke mana arus kehidupan membawamu dan hadapi apapun yang kau jumpai di jalan hidupmu."

"Mengapa kita tidak menjadi arusnya saja, bunda guru? Bukan air yang mengalir mengikuti arus?"

~~~~~~~~~~~

Filosofi hidup bagai air yang mengalir memang memiliki dua penafsiran yang berbeda.

Ada yang beranggapan bahwa hidup bagai air yang mengalir berarti hidup tanpa rencana, pasrah sepenuhnya pada takdir yang mengantarkan ke titik akhir.

Pendapat lain menyatakan bahwa yang dimaksud filosofi ini adalah hidup harus terus berjalan [mengalir], apapun yang terjadi. Jangan sampai kerikil-kerikil maupun karang dijadikan alasan untuk berhenti mengalir.

Meskipun tidak suka dengan sistem penilaian, murid tetap harus menghadapi dan menerimanya. Namun, sebagai murid yang berakhlaq, sepantasnyalah tidak mencurangi sistem tersebut. Di samping itu, dengan menyadari bahwa nilai tidak bisa menjadi tolok ukur yang akurat, jangan terlalu terpengaruh oleh nilai. Faktor keberuntungan juga sedikit banyak menentukan nilai. Saat mendapat nilai bagus, tetaplah rendah hati. Saat nilai terjun bebas dari ketinggian juga tak perlu ikut terjun ke lembah depresi.

The last but not least, yang penting adalah niatnya. Jangan pernah meniatkan sekolah hanya untuk mencari nilai. Karena angka-angka itu bisa dimanipulasi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar