Kamis, 10 November 2011

Kamis ke Kamis

Akhir-akhir ini, rasanya hari-hari berlalu dengan cepat. Rasanya baru kemarin hari Kamis, sekarang sudah Kamis lagi. Rasanya baru kemarin libur, sekarang udah libur lagi. [sekilas info: sekolah saya liburnya hari Jum'at].

Namun hari-hari yang berlari itu tetap memberi kesempatan kepada banyak kejadian mengesankan, kalau kita memperhatikan. Sayangnya, seringkali kita tidak mempedulikan kejadian-kejadian itu. Apa yang saya alami ini salah satu contohnya...


Kamis, 3 November 2011

Seperti biasa, begitu bel jam 7 berdering, semua siswa masuk kelas, berdoa, dan mengaji. Jadwal pertama untuk hari Kamis adalah Sejarah. Bunda Guru Sejarah orangnya ramah, senyum selalu hadir di wajahnya. Bahkan ia juga tetap membagi senyum ramahnya kepada seorang siswi yang agak terlambat masuk kelas pagi itu. Ia pandai bercerita. Ia tipe guru yang menghendaki siswanya belajar secara aktif, tidak hanya duduk diam mendengarkan terus-menerus. Ia selalu mengajak siswa berdiskusi. Ia selalu menghargai jawaban apapun yang dilontarkan para siswa untuk menjawab pertanyaannya. Kelas menyenangkan, berakhir tanpa PR dan saya yakin semua siswa -- seperti saya -- tidak berpikir bahwa pelajaran Sejarah ini ikut berakhir juga seiring dengan berakhirnya kelas pagi itu.

Kamis, 10 November 2011

66 tahun lalu, ada pertempuran besar di Surabaya hingga akhirnya tanggal 10 di bulan November ini ditetapkan sebagai hari Pahlawan. Dan ternyata, 66 tahun setelah pertempuran itu, saya dan teman-teman harus merasakan kehilangan sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang kami sayangi. Orang yang ramah dan murah senyum. Ya, dia Bunda Guru Sejarah kami. Semua orang tahu bahwa datangnya ajal tidak bisa diprediksi. Ajal bisa tiba kapan saja. Meski demikian, saya yakin hampir semua orang akan kaget bila mendapati orang terkasih mereka telah dijemput ajal. Begitupun saya dan teman-teman. Kami merasa kehilangan sosok Bunda Guru Sejarah. Saya merasa kehilangan sesi-sesi kelas Sejarah yang menyenangkan bersama Bunda Guru. Berlebihan mungkin, tapi sesi-sesi itu saya rasa tak akan tergantikan oleh siapapun. Kalaupun ada Guru yang lebih baik, yang bisa membuat pelajaran Sejarah lebih menyenangkan daripada Bunda Guru, tetap saja sesi-sesi itu takkan tergantikan. Karena mereka telah terlanjur terukir indah di atas batu terkeras, atau di atas baja terkuat.


Begitulah... Dari Kamis ke Kamis, yang saya rasa berjalan begitu cepat, ternyata dapat menimbulkan suatu kehilangan yang besar. Hari-hari yang pernah dilalui bersama Bunda Guru jadi lebih berarti dan sangat perlu disyukuri.


Allahu rabbiy, ampunkanlah dosa-dosanya, terangi alam kuburnya, lapangkan ruang barzakhnya.. aamiin


-- in memoriam Mrs. Rachmi Prih Utami --

3 komentar: