Jumat, 12 Juni 2015

Book Review: Ayah

Image source: Google :)

Amiru memeluk ayahnya erat-erat. Dia mencium bau yang selalu menjadi misteri baginya, bau yang selalu menyayangi dan melindunginya. Kini dia tahu, bau itu adalah bau ayahnya. Dipeluknya ayahnya semakin erat. Air mata anak dan ayah itu berlinang-linang. 
[Ayah, hal 381]

---

2 Juni 2015, saya udah nggak kuat menahan keinginan untuk pergi ke toko buku dan membeli buku baru untuk dibaca di kosan. Jadilah sebelum Dhuhur, saya keluar dari kosan, pergi ke Gramedia.

Banyak buku yang ada di wish list saya. Kalau saya punya uang berlimpah, pengen rasanya ngeborong buku-buku itu. Nambah koleksi. Sekalian mewujudkan cita-cita punya perpustakaan pribadi :D

Tapi hari itu, saya harus bersyukur masih mampu membeli satu buku baru. Dalam perjalanan ke Gramedia, saya pun menimbang-nimbang, buku apa yang akan saya beli. Saat itu saya sedang ingin beli novel, karena pada kesempatan belanja buku sebelumnya sudah membeli buku non-novel (buku psikologi modern, karya Malcolm Gladwell). Saya pun mulai mempertimbangkan judul-judul novel yang ada di wish list. Menerka-nerka, novel mana yang kira-kira bisa meng-engage saya agar tidak bosan membacanya.

Sesampai di tujuan, saya langsung menuju ke sektor novel. Salah satu novel yang ada di rak adalah novel karya Andrea Hirata ini. Membaca judulnya, saya tertarik. Saya pun mencoba membaca beberapa halaman pertamanya. Setelah itu, saya melanjutkan penyisiran rak-rak novel. Melihat-lihat novel lain, mencari novel-novel yang ada di wish list saya, membaca sinopsisnya, menimbang-nimbang novel mana yang akan saya beli. Dan yah, pilihan saya jatuh ke novel Andrea Hirata ini.

Sudah lama saya tidak membaca karya Andrea Hirata. Namun yang saya ingat adalah tetralogi Laskar Pelangi-nya berhasil memikat saya. Berhasil membuat saya percaya akan kekuatan mimpi. Membuat saya berani memasang target yang tinggi untuk dicapai. Membuat saya terus yakin bahwa saya bukan tidak mungkin dapat mencapai target tersebut, asalkan mau berusaha.

Novel terbaru Andrea Hirata ini pun juga berhasil meng-engage saya. Bahasa yang digunakan mudah dicerna namun sarat makna. Plot cerita yang disusun berhasil membuat saya penasaran. Awalnya, saya mengira novel tersebut memiliki dua alur cerita yang tak bersinggungan. Saya mengira, novel ini berisi kisah mengenai beberapa orang ayah, dengan komposisi yang sama rata. Namun ternyata, ada satu ayah yang menjadi pusat cerita di novel ini.

Seperti novelnya yang lain, unsur budaya lumayan kental mewarnai novel ini. Tidak hanya Belitong, beberapa tempat lain di Pulau Sumatera juga dijadikan latar cerita. Selain itu, Andrea juga menyelipkan sepotong kisah dari benua Australia. Menyinggung sedikit tentang aboriginal stolen generation.

I rate it 4 out of 5 stars... Nice story :) 

Di halaman awalnya saya menuliskan kalimat:

"Kenapa harus bergalau ria memikirkan lelaki yang bukan sesiapa? Kenapa tidak memikirkan kebahagiaan lelaki yang cintanya murni untukmu? Lelaki yang membuatmu bisa menikmati hidup hingga detik ini...? Ayahmu..."

Yeah, bisa dibilang itu yang mendorong saya untuk menjatuhkan pilihan pada novel karya Andrea Hirata ini saat itu :3


Bandung, 12 Juni 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar