Jumat, 09 April 2010

Cinta Allah: Energi Terdahsyat di Alam Raya

     Pertempuran hari itu berlangsung sengit. Pedang sang Pembawa Panji tak hentinya melesat, berkelit, menangkal, berdenting di udara. Sayang, musuh dapat melucuti tameng kecilnya. Benda itu menghilang di tengah pertempuran, tak ada waktu untuk mencarinya.
     Tanpa ragu sedikitpun, segera tangan sang Pembawa Panji merenggut pintu benteng musuh. Pintu itu langsung tercerabut. Dengan perkasanya, ia gunakan pintu itu sebagai tameng barunya, tameng yang lebih besar (sangat). Sang Pembawa Panji kembali berperang dengan semangat membara. Semangat untuk tegaknya Dinul Islam...
     Ia terus melayangkan jurus-jurusnya yang jitu dan bertenaga. Musuh tak berkutik di hadapannya. Setiap ayunan pedangnya tak dapat menembus perlindungan sang Pembawa Panji, yang tak lain adalah pintu benteng mereka sendiri.

***
     Kemenangan Islam! Islam jaya, Islam mulia!
     Pertempuran usai. Setelah sekian hari penuh perjuangan. Sekian hari penuh usaha keras menaklukkan benteng. Ketika keputusasaan mengambang di udara karena bahkan Abu Bakar dan Umar tak mampu menaklukkan benteng. Cahaya kemenangan itu datang bersama sesosok waliyullah, sesosok orang yang dicinta Allah dan Rasul-Nya. Ali bin Abi Thalib karromallahu wajhah.
     “Sungguh, aku akan memberikan bendera ini kepada seorang pria yang melalui kedua tangannya Allah akan memberikan kemenangan, dia mencintai Allah dan rasul-Nya, dan Allah dan rasul-Nya pun mencintainya.” Sabda Rasul, pada suatu hari di Khaibar.
     Tak pelak, semua pasukan amat berharap bahwa yang Rasul maksud adalah diri mereka masing-masing. Siapalah yang tak mau membawa kemenangan Islam? Siapalah yang tak ingin dicinta Allah dan Rasul-Nya? Malam itu layaknya berlalu amat lamban. Mereka tak sabar menunggu matahari terbit esok. Mereka tak kuat jika memendam rasa penasaran berlama-lama. Siapakah orang pilihan itu?
     "Di manakah Ali bin Abi Thalib?" tanya Rasul di keesokan hari.
     "Wahai Rasulullah, dia sedang sakit mata," jawab seorang pasukan.
     Rasul memerintahkan agar Ali dibawa ke hadapannya. Ali datang dengan dipapah pasukan lain. Tanpa menunda lebih lama, Rasul meludahi kedua mata Ali. Dan, seketika itu juga ia sembuh, seperti tak pernah sakit sebelumnya.
      Rasul pun menyerahkan panji Islam kepadanya, Ali bin Abi Thalib, sang Pembawa Panji.

***
     Khaibar telah ada di genggaman. Medan pertempuran yang carut-marut mulai dibersihkan. Seseorang mendekati pintu benteng yang tergeletak di atas tanah: tameng besar sang Pembawa Panji. Ia coba mengangkatnya, tapi gagal. Pintu dari batu itu tak bergeser semilimeter pun. Ia memanggil orang lain untuk membantunya. Namun, bahkan delapan orang tetap kesulitan mengangkat pintu itu. Lalu, bagaimana bisa Ali mengangkatnya seorang diri?
    Itulah dahsyatnya energi cinta. Ali amat mencintai Allah dan Rasulullah. Begitupun sebaliknya, Ali dicintai Allah dan Rasulullah. Sungguh beruntung orang yang dicintai Allah. Bisa dipastikan kemudahan senantiasa menyertai orang itu. Cinta Allah dapat menjadi sumber energi terdahsyat bagi manusia. Ya, karena cinta Allah-lah, Ali mampu mengangkat pintu batu itu dan membawa kemenangan bagi kaum muslim.

Inginkah kita memiliki energi terdahsyat itu?

أللهم إني أسٔلك حبك و حب من يحبك و العمل الذي يبلغني حبك أللهم اجعل حبك أحب ٳلي من نفسي و أهلي و من الماء البارد ٬ آمين


[Dikutip dari aneka sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar