Senin, 13 September 2010

Dariku Untuk Kau

Hari ini kau datang dan langsung bersimpuh, menyungkur di hadapku yang menunggumu dengan setengah terpaksa. Kau tergugu dalam isak tanpa kata, lama. Satu menit... dua menit... sepuluh menit.... Hingga tiba aku di limit kesabaran, kau masih saja terisak bisu. Aku jengah lagi muak melihatmu terus menangis. Aku benci menemanimu dalam keadaan seperti ini: meratap tanpa akhir, seolah kau orang tersengsara di dunia ini.

"Sekarang apalagi?!" sentakku. Gema suaraku mengungkung kita berdua. Namun kau tetap mengisak, hanya membatin jawaban untuk pertanyaanku.

"Ayo jawab!" sentakku lebih keras.

Setelah gema di ruang itu reda, aku memilih untuk ikut diam. Menantimu untuk mengawali percakapan. Sengaja ku berusaha keras mengabaikan isakmu. Otakku kuputar dengan cepat demi segera menemukan cara untuk menghadapimu. Sampai akhirnya aku sadar bahwa kau hanya akan terus terisak bisu, kau tak akan bicara. Jumpa kita kali ini akan menjadi episode monologku.

Kuisi penuh paru-paruku, kemudian kuhembus nafas panjang. "Sekarang apalagi?" tanyaku lirih namun dengan suara dingin menusuk.

"Sejak kita saling kenal, aku lihat kau telah meneteskan berjuta air mata. Kau tahu? Aku bosan melihatmu menangis! Untuk apa pula kau terus-menerus menangis?!"

"Sadarlah kau, bahwasanya tafsirku atas setiap butir air matamu itu adalah cerminan dhaifmu. Kau seperti menganggap dirimu itu orang tersengsara di dunia. Aku benci orang seperti kau, yang terlalu sibuk mengasihani diri sendiri seperti itu. Aku benci tangismu. Tangismu sudah sangat berlebih. Tidak bisa kutolerir lagi!"

"Sadarlah kau, bahwasanya setiap keluh kesahmu atas masalah-masalahmu telah menampakkan sifat burukmu yang amat kubenci: egois! Kau egois! Meski tanpa kau sadar, kau terus menerus mementingkan dirimu sendiri. Sadarlah kau, bahwa bukan hanya aku yang benci. Banyak orang lain di sekitar kita yang juga benci kamu, kamu yang egois."

"Ingatlah selalu, bahwasanya mukmin yang kuat itu jauh lebih baik daripada mukmin yang lemah. Jadi, kuncilah seluruh persediaan air matamu! Jangan gunakan air matamu secara berlebih dan melampaui batas! Tunjukkan pada dunia bahwa kau adalah mukmin yang kuat! Karena sungguh di luar sana, ada banyak saudara seiman kita sedang butuh pundak yang kuat demi menyelamatkan hidup mereka."

"Kontrolah egomu! Perbanyak introspeksi diri! Cobalah untuk bisa menghargai orang lain dengan tidak selalu mementingkan dirimu sendiri!"

Kau masih terisak, pelan. Aku sudah lelah. Jadi kutinggalkan kau sendiri ditemani air matamu, yang semoga saja menjadi air mata terakhirmu untuk masa yang panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar