Jumat, 29 Juli 2011

S I A P A ?

Hari masih gelap. Subuh belum berlalu penuh. Namun kamu sudah paksa diri untuk segera melintas kota, menuju sekolah tercintamu. Prinsipmu belum berubah: jika sudah siap, segera berangkat saja. Kamu takut jika menunda-nunda untuk berangkat, jadinya nanti kamu malah malas.

Maka langsung kamu tunggangi kuda besi yang dibelikan orang tuamu tahun lalu. Lima belas menit berlalu, dan kamu pun sampai di gedung itu.

Sepagi itu, beberapa anak kelas sepuluh dan sebelas sudah ada yang datang. Ada jadwal olahraga rupanya. Kamu agak kaget juga melihat halaman yang padat manusia. Bagaimana bisa kamu membawa motor yang kau tunggangi ke tempat parkir yang ada di belakang gedung?

Tapi itu hanya sesaat. Karena ada seorang guru olahraga yang langsung "menggiring" anak-anak itu ke tepi, untuk memberimu jalan. Kamu pun langsung tancap gas tanpa menoleh ke guru tadi, tanpa menyampaikan sekedar tatapan terima kasih.

***

Di tempat parkir. Di hari yang lain.

Setelah merasa bahwa kau sudah memarkirkan motor dengan baik, segera kau putar kunci ke kiri. Meski aturannya tidak boleh kunci stang, tapi kamu tetap mengunci stang. Lagian tidak ada yang protes kan?

Selagi melepas helm, ada orang yang memarkir motor di sampingmu. Kau menoleh kepadanya beberapa detik. Orang itu juga menatapmu ternyata. Namun kau langsung memutuskan kontak pandang itu. Tanpa senyum. Untuk apa? Kamu tak kenal orang itu.

"Pagi, mbak Hayyu. Assalamu'alaikum."

Kaget, kau menoleh ke orang tadi. Yang saat ini sedang tersenyum kepadamu.

"Wa'alaikumussalam.." jawabmu dengan agak salah tingkah. Spontan kau melirik badge namanya. Bukan untuk mencari tahu nama, sekedar ingin tahu dia dari kelas berapa.

Hijau. Berarti dia anak kelas sebelas. Adik kelas.

Setelah melempar senyum singkat untuknya, kau pun berlalu.

***

Adzan baru saja selesai berkumandang. Kamu langsung menuju tempat wudhu. Tanpa seorang teman pun.

Di tempat wudhu yang sudah ramai, kau hanya diam dan lebih memilih untuk tidak memandang orang-orang yang keluar masuk tempat wudhu. Sembari menunggu antrian, sibuk dengan pikiran sendiri.

"Halo, mbak Hayyu..."

Ada yang menyapamu. Kau pun menoleh ke sumber suara. Anak kelas sepuluh rupanya. Setelah melempar senyum dan lambaian tangan sebagai balasan, kau segera menyambar keran kosong dan mengambil wudhu. 

***

Bel tanda jam ke 7 sudah berdering. Kamu segera menyudahi do'a dhuhur mu dan melipat mukena. 

Saat memakai sepatu di depan masjid...

"Hayyu... Besok mau kuliah di mana?" tanya seorang gadis di sampingmu. Teman seangkatan, tapi dari kelas lain.

"Eh? Uhm... Pingin coba ke ITB," jawabmu setelah melirik sekejap kepada orang itu.

"Ooo, jurusan apa?"

"Matematika," tersenyum. Sebenarnya kau ingin menjawab lebih dari itu. Bahwa pilihanmu selain ITB adalah UGM. Bahwa kamu belum pasti pula dengan jurusan Matematika. Namun, alih-alih menjawab demikian, kau balik melontarkan tanya basa-basi...

"Kalau kamu, mau nerusin ke mana?"

"Aku UNS aja. Yang deket," jawabnya ringan.

"Jurusan?"

"Hehe, belum tau. Pinginnya sih ambil kesehatan."

Mendadak terlintas tanya di benakmu: gadis ini dari kelas IPA atau IPS ya?

Tapi karena dia ingin kuliah di kesehatan, kausimpulkan bahwa dia anak IPA. Maka pertanyaan yang akhirnya kaulontarkan adalah:

"Kenapa nggak kedokteran [maksudnya pendidikan dokter] aja sekalian? Kan cool tuh.. hehe.."

"Uhm... nggak ah..."

Selesai memakai sepatu, kau segera berusaha mengakhiri percakapanmu dengan dia, secara halus tentu.

Dan kau pun melengang meninggalkannya, meski sebenarnya kau bertanya-tanya tentang gadis itu. Siapa gadis itu?

***

Itu tadi sekelumit cerita tentang diriku. Aku yang kurang peduli, kurang pandai bergaul, dan individualis.

Padahal aku hidup di tengah banyak orang yang peduli kepada ku. Yang menganggap aku ada.

Tapi aku sering lupakan mereka, abaikan mereka, menganggap mereka tak ada, dan bahwa aku hanya sendiri.

Teruntuk orang-orang yang hidup di sekitar ku...
Maafkan aku. Maafkan aku yang "autis". Maafkan sikapku, sikap sosialku yang kurang baik. Maafkan jika kalian pernah merasa diabaikan oleh ku. Aku bukan bermaksud sombong. Aku hanya memang tidak pandai bergaul. Maaf...
Terima kasih atas setiap sapa dan senyum kalian. Terima kasih atas sikap hangat kalian kepadaku...
Mulai sekarang, aku akan berusaha memperbaiki sikap. Berusaha untuk bisa jadi orang yang lebih peduli... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar