Jumat, 11 Maret 2011

Tentang Kuliah

"Nanti mau nglanjutin kuliah di mana? Fakultas apa? Jurusan?"


Bonjour... ^^

Belakangan ini, saya sering mengajukan pertanyaan di atas ke banyak orang. Mayoritas ke kakak kelas yang sekarang ini lagi menempuh UAS dan akan lulus semua tahun ini (aamiin). Selain itu, saya juga sudah mengajukan pertanyaan yang sama ke teman seangkatan.

Jawabannya bermacam-macam. Ada yang mau kuliah di univ dalam kota saja, ada juga yang mau merantau ke provinsi lain. Ada yang mau masuk Kedokteran, Teknik, FKIP, dll.

Tak jarang juga, setelah menerima jawaban, saya balik ditanya tentang kelanjutan studi. Dan, jawaban saya adalah:

"FMIPA, Matematika, insya Allah.... Pinginnya ke ITB, kalau nggak ya UGM..."

Then, kerap kali pula saya langsung dihadapkan pada wajah kebingungan, dan ditanya lagi:

"Memangnya besok mau jadi apa? Mau jadi guru ya? Koq masuk MIPA sih?"

Jujur ya, saya paling nggak suka dengan pertanyaan yang terakhir itu. Kenapa?

Karena motivasi saya masuk FMIPA adalah untuk lebih memperdalam pengetahuan matematika saya. Saya kuliah untuk menuntut ilmu. Bukan untuk mencari uang.

Bingung sekaligus frustasi karena belum bisa menjawab pertanyaan yang terakhir itu dengan argumen yang memuaskan, saya pun bercerita ke papi. Dan, alhamdulillah, saya tercerahkan dengan diskusi panjang tentang kuliah di sore itu. Ini nih, yang saya dapat dari si papi...

Belajar itu untuk apa sih?
Papi tanya, "Gimana do'a yang kamu baca sebelum belajar?"

Robbi zidni 'ilman nafi'an, war zuqni fahman

Ya, artinya: "Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu yang bermanfaat bagiku, dan anugrahi aku kefahaman."

See?? Belajar itu untuk mendapatkan ilmu dan kefahaman. Sama halnya dengan belajar di universitas.

Saya masuk MIPA, belum tentu juga jadi guru. Apalagi, sejak saat ini saya sudah minder duluan. Saya sering merasa kesulitan melakukan aktivitas transfer ilmu. Saya sering bingung kalau ada teman yang minta diajari inilah, itulah. Makanya, saya tak begitu tertarik dengan profesi guru.

Saya masuk MIPA karena saya sungguh penasaran sama yang namanya Matematika. Sejak kelas 2 SD, saya sudah akrab sekali dengan Matematika. Saya juga merasa, bahwa pengetahuan Matematika saya ini masih rendah sekali. Selain itu, saya merasa tertantang setiap kali bersinggungan dengan Matematika.

Kuliah dibawa seneng aja lah!
Bagaiman kalau kita dipaksa belajar? Pasti hasilnya kurang maksimal kan? Nggak semaksimal kalau kita belajar dengan hati senang dan sepenuhnya ikhlas.

Itulah yang saya cari di MIPA-Matematika. Saya sudah senang Matematika sejak kecil. Kemungkinan besar, saya tak akan merasa tertekan kuliah di MIPA.

Berbeda halnya kalau saya kuliah di Kedokteran. Sejak kecil saya tidak berbakat menghafal, dan oleh karenanya saya jadi malas setiap kali disuruh menghafal. Apalagi kalau hafalan biologi. Padahal, di Kedokteran kan banyak sekali yang musti dihafal. Bisa-bisa saya stress akut kalau kuliah di kedokteran.

Yang penting itu lifeskill...
Kita boleh mengambil fakultas apa saja. Yang penting sesuai dengan hati nurani kita. Namun, kita tidak boleh (atau lebih tepatnya tidak bisa) memaksa nasib.

Maksudnya?

Misal kita kuliah di FKIP. Setelah sekian tahun lulus, kita belum diterima di sekolah manapun sebagai guru. Lantas, apakah kita akan menganggur begitu saja? Apakah kita harus jadi guru untuk mendapatkan sepeser rupiah penyambung hidup?

TIDAK!!!

Selama belum mendapat pekerjaan tetap, kita bisa mencoba pekerjaan lain. Menjadi penulis lepas mungkin. Atau malah berwirausaha.

Contoh yang lain. Misalnya kita adalah lulusan Fakultas Kedokteran yang memiliki bakat untuk menjadi seorang aktor. Apakah kita dilarang mengasah bakat kita itu dan harus mengabdikan diri pada profesi yang sesuai dengan gelar sarjana yang telah kita sandang?

TIDAK!!!

Kita tetap boleh mengasah bakat itu. Bahkan kita juga bisa menggunakan bakat itu sebagai penyambung hidup.

Sekarang pertanyaannya adalah:

"Jika ada seorang sarjana MIPA-Biologi, misalnya, yang sekarang pekerjaan tetapnya adalah sebagai penulis, berarti dia rugi donk? Bertahun-tahun kuliah Biologi, tapi sekarang kerjaannya di dunia sastra..."

Kembali lagi ke niat kita. Kita sekolah dan kuliah untuk mendapat ilmu. Jikapun nantinya profesi kita tidak bersesuaian dengan studi yang pernah ditempuh (seperti pada kasus di atas), jangan pernah merasa rugi. Kita tetap bisa menerapkan ilmu yang telah kita peroleh di bidang-bidang yang lain (selain di lingkungan profesi).

Kehidupan ini luas dan mencakup banyak aspek. Oleh karena itu, kita harus menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Karena kita tidak pernah tahu rahasiaNya tentang masa depan. Semua ilmu yang telah kita peroleh, pasti akan bermanfaat bagi kita. Tergantung apakah kita bisa menggunakannya atau tidak. Seperti halnya mobil. Mobil akan sangat berguna jika kita ingin bepergian jauh. Tapi jika kita tidak bisa menyetir mobil, apakah mobil itu akan tetap berguna....??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar